ADA satu perkataan yang sangat populer di kalangan para
kaum homo: “Saya juga tidak mau seperti ini, bagaimana lagi? Ini sudah
takdir tuhan!” Begitulah, 20 tahun yang lalu, di Indonesia, seseorang
yang mempunyai kelainan seksual seperti ini tak pernah berani
menampakkan diri. Sekarang, seorang gay bisa menjadi artis, politisi,
dan lainnya.
Pada tahun 1973, American Physiciatric Association (APA) sudah
mengeluarkan homoseksualitas dari kategori gangguan kejiwaan. Indonesia
pun turut mengadopsi PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa) II dan III yang menyatakan hal serupa: gay atau lesbian bukanlah
gangguan kejiwaan. Michel Foucault, seorang sosiolog asal Prancis
mengatakan bahwa pengetahuan dan kebenaran adalah bentuk produksi dari
kekuasaan.
Bagaimana Islam memandang soal homoseksual ini?
Liwath (homo seksual) adalah hubungan antara sesama jenis (laki-laki
dengan laki-laki), sedangkan hubungan antara wanita dengan wanita
disebut lesbian.
Homo seksual adalah salah satu penyelewengan seksual,
karena menyalahi sunnah Allah, dan menyalahi fitrah makhluk
ciptaanNya.
Lebih kurang empat belas abad yang lalu, Al Qur’an telah
memperingatkan umat manusia ini, supaya tidak mengulangi peristiwa kaum
Nabi Luth. Allah berfirman:
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang
di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu
dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh
Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.”
(Hud: 82-83)
Pada ayat lain Allah berfirman: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki
di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh
Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”.
(Asy Syu’ara: 165-166)
Selanjutnya pada ayat lain Allah berfirman: “Dan telah kami
selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang
mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat
lagi fasik.” (Al Anbiya: 74)
Setelah Rasulullah menerima wahyu tentang berita kaum Luth yang
mendapat kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya, maka
beliau merasa khawatir sekiranya peristiwa itu terulang kembali kepada
ummat di masa beliau dan sesudahnya.
Rasulullah bersabda:
“Sesuatu yang
paling aku takuti terjadi atas kalian adalah perbuatan kaum Luth dan
dilaknat orang yang memperbuat seperti perbuatan mereka itu, Nabi
mengulangnya sampai tiga kali: “Allah melaknat orang yang berbuat
seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti
perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan
kaum Luth,” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Al Hakim).
Pada saat itu peringatan Rasulullah dan kekhawatiran beliau itu,
mungkin hanya ditanggapi seperti musibah (azab) yang pernah dialami oleh
umat-umat sebelumnya saja. Azabnya dapat disaksikan dengan mata kepala,
seperti hujan batu, air bah dan sebagainya.
Penyakit AIDS (Aquired
Immune Deficiency Symdrone = kerapuhan daya kekebalan terhadap infeksi)
yang menampakkan dirinya pada penghujung abad ke dua puluh ini, tidak
pernah terbayang dalam benak mereka. Pada saat ini pun, pada zaman
teknologi modern, para ahli dan pakar dalam ilmu kedokteran belum dapat
virus-virus yang mematikan itu. Demikian juga obatnya baru dalam taraf
uji coba yang sangat ditunggu oleh penderitanya dengan perasaan
harap-harap cemas.
Para pakar telah disibukkan dengan berbagai penelitian untuk
mengetahui virus dan sekaligus cara pengobatannya.
Orang yang sadar
mengenai keberadaan dirinya sebagai makhluk Allah, tentu segera mengakui
keterbatasan ilmunya. Sebab, baru satu macam penyakit saja diturunkan
Allah sebagai azab, para ahli sudah cukup kalang kabut.
Salah satu cara
yang dipandang ampuh untuk menangkalnya atau untuk mengadakan antisipasi
terhadap penyakit tersebut adalah agama, yaitu mengikuti perintah Allah
dan menjauhi laranganNya. Menjauhi larangan Allah harus diyakini
benar-benar, bahwa semua bentuk larangan pasti ada bahayanya kalau
dilangggar.
Mengenai obatnya, mungkin pada suatu saat akan ditemukan juga, “Sebab
setiap penyakit pasti ada obatnya,” Kata Rasulullah. Tetapi mungkin
obat itu baru ditemukan, setelah kesombongan ilmiah tidak lagi
membusungkan dadanya, dan setelah manusia mengakui kelemahan dirinya di
hadapan Allah, baik pengakuan secara langsung maupun tidak.
[islampos/berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar